7 Hari 6 Malam di Belitung-Bangka Ngapain Aja?

Ngopi, makan, mantai. Repeat πŸ‘Œ

Dulu saya mengira Propinsi Bangka dan Belitung adalah 1 propinsi, ternyata tidak Bunds, ada laut yang harus diseberangi diantaranya. Jadi ketika memutuskan main ke Belitung untuk pertama kalinya saya sekalian lanjut ke Bangka. Ibaratnya sekali dayung, 2, 3 pulau terlampaui. Pada kenyataannya, memang ada 3 pulau yang saya sambangi, Pulau Belitung, Pulau Lengkuas, dan Pulau Bangka.

Ikon Pulau Belitung, mercusuar di Pulau Lengkuas

Belitung menjadi tujuan pertama saya. Bersama partner traveling saya, kami memutuskan sewa motor di Belitung. Tentu saja bukan saya yang nyetir donksss! Di Belitung saya dapet harga sekitar 75-80 ribu per hari untuk sewa motor bebek dan dianter langsung ke Bandara (harga sekarang mungkin udah gak segitu ya). Sempet deg-deg an karena kami berdua gak ada yang punya SIM, ternyata boleh hanya ninggalin KTP aja. Tapi jadi perkara ketika di tengah perjalanan ada razia, kami harus berhenti sejauh mungkin dan nunggu ampe polisinya kelarrr meriksaaa. Rempongggg sodara-sodaraaa πŸ€ͺ Mohon jangan ditiru yaks 😦

Honda Beat yang setia menemani perjalanan 4 hari di Belitung ✌️

Apa si yang dicari dari 2 pulau ini? Kalo dari yang saya dengar selama ini, pantai-pantai disini masih cantik dan bersih, tapi ternyata setelah sampai tidak sekadar pantai yang menarik hati saya tapi juga kelezatan kuliner dan tentu saja kopi dan tempat ngopinya, sempurna! Nah, berikut ini beberapa list tempat yang saya kunjungi selama di Belitung dan Bangka siapa tau bisa jadi referensi, cuss!

Hari 1

  • Museum Kata Andrea Hirata : Tempat pertama yang kami tuju setiba di Belitung adalah Museum Kata Andrea Hirata yang berlokasi di Belitung Timur. Bukan rahasia jika Belitung dikenal sebagai Negeri Laskar Pelangi menyusul kesuksesan Novel karya Andrea Hirata yang belakangan juga difilmkan (walaupun saya ga baca dan ga nonton filmnya hehe). Untuk masuk museum ini saya hanya perlu membeli 1 novel Andrea Hirata seharga 50 ribu. Berbagai macam quotes dari sang penulis dan juga potongan kisah serta dokumentasi film Laskar Pelangi memenuhi tempat ini. Yang pasti tempat ini sangat full colour, cantik dan penuh inspirasi.
  • Warkop ATET Manggar-Beltim : Salahsatu warkop tertua di Belitung Timur, berdiri sejak 1949. Bangunannya sederhana, yang belakangan saya sadari jika tempat-tempat ngopi di sini walau tempatnya biasa saja tapi rasa kopinya luar biasa. Jangan lupa pesan kopi susu Manggar dan bawa satu kopi bubuk untuk dibawa pulang!
  • Pantai Tanjung Pendam : Pantai ini sudah masuk wilayah Tanjung Pandan bahkan lokasinya gak jauh dari pusat keramaian propinsi Belitung. Sunset disini juga cukup jelas jika cuaca gak mendung. Boleh disambangi sambil menikmati senja hari jika kamu baru saja tiba disini. Kebetulan hotel yang saya pilih lokasinya tepat di tepi pantai ini. Namanya Hotel Harlika, yang saya dapat dengan harga sangat murah sekitar 150 ribu per malam tapi tentu fasilitas sangat terbatas dan bangunan yang cukup tua. Tapi disekitar banyak hotel lain dengan fasilitas yang lebih lengkap kok, cuma gak masuk budget aja, wkwkwk.
  • Mie Belitung Atep : Salahsatu kuliner wajib jika kamu ke sana nih. Tempat ini menjual mie rebus tradisional asli Belitung sejak 1973. Letaknya di pusat kota. Kuahnya kental dan gurih, mie nya juga lembut. Jangan lupa pesen es jeruk kunci sebagai pasangannya. Duh, Juara! Jadi inget dan kepingin daahhhh πŸ˜”

Hari 2

  • Waroeng Kopi Ake : Bangun tidur di hari kedua kami di Belitung yang kami cari pertama kali adalah, warung kopi! Dari hotel berjalan kaki sekitar 1 km, kami menemukan tempat ini yang lokasinya dekat dengan Mie Belitung Atep. Sepertinya tempat-tempat menyenangkan ini memang lokasinya di pusat kota sehingga mudah ditemukan. Pertama kali melihat tempat ini saya terpesona. Betapa nyaman rasanya pagi-pagi nongkrong di warung kopi macam ini. Seperti biasa, saya pesan kopi susu dan semacam nasi uduk (lupa namanya) untuk sarapan. Selain kopinya yang lezat, tentu saja yang menyenangkan adalah suasananya dimana tiap orang menyempatkan datang sarapan dengan keluarga dan saling menyapa.
  • Danau Kaolin Belitung : Awalnya saya mengira ini benar-benar sebuah danau dengan air berwarna biru. Siapa sangka ini adalah lokasi bekas tambang timah yang dibiarkan begitu saja 😦 Di tempat ini tidak ada pintu loket, jadi jika mau melihat dan sekadar berfoto bisa dari samping-sampingnya asal tidak melewati pagar pembatas.
  • Rumah Makan Belitong Timpo Duluk : Sesuai dengan namanya, memang pas masuk kesini suasana yang terasa seperti tempo dulu. Kalo mampir jangan lupa pesan Dulang Set yang merupakan budaya makan bersama yang disajikan di dalam wadah bernama “Dulang” untuk mempererat tali silaturahmi antar kerabat, keluarga, maupun tamu kehormatan yang disajikan sesuai adat istiadat masyarakat Belitung. Set menu terdiri dari berbagai makanan khas Belitung yaitu Gangan ikan/ Gangan darat, Ayam Ketumbar, Sate ikan, Oseng-oseng, lalapan dan sambal serai dengan harga 135 ribu untuk paket 2 orang.
  • Kong Djie Coffee : Pagi udah ngopi, abis makan siang ngopi lagi? Why notttt πŸ˜… Baru dihari kedua kami sempat mendatangi salahsatu ikon dari Belitung, kopi Kong Djie yang telah berdiri sejak 1943. Menurut saya kopinya tidak beda dari warung kopi lainnya di daerah ini. Sama-sama enak. Di Depok pernah ada yang mendirikan warung Kopi Kong Djie, tapi saya sekali datang saja dan tidak pernah kesana lagi. Menurut saya memang rasanya jauh berbeda. Dengan kesederhanaan tempat dan juga cara penyajian serta cara memasak kopi dengan tungku yang membuat rasa kopi di sini lebih mantul gitu istilahnya! Gak boleh terlewat ya yang satu ini!
  • Pantai Tanjung Tinggi : Beranjak sore kami bergerak menuju Utara, menuju kawasan Pantai Tanjung Tinggi yang berjarak sekitar 40 menit dari Tanjung Pandan. Di sekitar area Pantai Tanjung Tinggi sudah banyak hotel mevvah dibangun dengan akses pantai pribadi. Apa saya nginep di salahsatunya? Tentu tidaks donkkk 😦 Bahkan kami ga masuk ke pantai dengan akses berbayar. Sepanjang jalan raya adalah tepi pantai yang masih 1 gugusan dan kami berhenti di pinggir untuk kemudian menikmati pantainya. Pasirnya putih bersih dan pantainya juga masih bersihhh.
  • Bukit Berahu Resto : Menjelang sore kami memutuskan ingin menikmati senja di Bukit Berahu Resto yang merupakan Resto untuk umum juga hotel. Beruntungnya kami menyempatkan diri kesini karena pisang gorengnya sungguh enak sekali! Bukit Berahu juga punya akses langsung ke pantai ke arah bawah dan bisa menjadi spot untuk menikmati sunset. Kami gak nginep sini karena tidaks masuk budget. Saya justru memilih Sakinah Homestay yang saya dapat dari Air BnB dan berlokasi tidak jauh dari Bukit Berahu.

Satu hal, waktu itu jalanan yang kami lewati masih cukup sepi. Saya ingat beberapa kali harus isi bensin di rumah-rumah pinggir jalan yang jualan bensin. Jadi sering-sering cek indikator bensin ya, ngeri keabisan dan jauh dari keramaian 😦

Hari 3

  • Pantai Tanjung Kelayang : Pantai ini adalah titik keberangkatan menuju Pulau Lengkuas. Sehari sebelumnya saya udah sempat mampir ke pantai ini untuk cari tau terkait penyeberangan ke Pulau Lengkuas. Kami berhasil mendapatkan nelayan yang mau mengantarkan kami PP ke Pulau Lengkuas dengan biaya sewa perahu 600 ribu! Heu heu, ya kalo pergi berdua emang gitu resikonya, biaya patungannya jadi mahal per orang karena sebenarnya kapalnya cukup besar untuk menampung beberapa orang. Tapi karena sudah disini, masa iya ga jalan, ya kan, ya kan ?
  • Pulau Lengkuas : Siapa yang ga tau tempat ini dengan mercusuarnya yang ikonik? Menempuh perjalanan yang cukup lamaaaaa bagi saya dicampur dengan drama mabok laut pake muntah segala, rasanya begitu lega ketika bisa tiba di Pulau ini. Tapi memang rasa terombang ambing di atas kapalnya sangat terasa, apa karena muatannya hanya ber-3? 😭 Dominasi batu-batu besar layaknya yang sering saya liat dari postingan jalan-jalan ke Belitung mulai saya liat di tempat ini. Mercusuar berdiri tegak dengan tampilan luar yang cukup baik walaupun mercusuar ini telah didirikan sejak 1882 oleh pemerintah kolonial Belanda. Kami juga menyempatkan diri menyusuri semacam hutan kecil untuk menemukan lagoon-lagoon yang tersembunyi.
Sungguh penyeberangan yang memabukkan! 😭
  • Pulau Kelayang : Pulau ini memang dikhususkan bagi pengunjung yang mau makan siang. Tapi paketnya tidak termasuk biaya sewa perahu di awal ya. Jadi kamu harus merogoh kocek lagi untuk makan siang ditempat ini. Menunya tentu saja ikan-ikanan atau komoditas seafood lainnya dengan harga yang menurut saya, lumayannn mahall 😦 Sebelum menuju pulau ini dari Pulau Lengkuas, nelayan yang mengantar kami membawa kami ke beberapa spot untuk snorkeling dan membebaskan kami untuk snorkeling sepuasnya. Memang benar, keindahan bawah lautnya masih mudah dinikmati karena lautnya masih jernih. Kalian juga ga boleh melewatkan yang 1 ini yaa!
  • Desa Nelayan Tanjung Binga : Ketika kami kembali ke pantai hari belum terlalu sore. Jadi saya mencari spot lain untuk menikmati senja. Kami menemukan sebuah dermaga beton di Desa Nelayan Tanjung Binga dimana kami bisa duduk berdiam sambil menunggu datangnya senja walau tidak begitu sempurna karena cuacanya yang mendung.

Well, setelah menyunset, kami kembali ke daerah Tanjung Pandan. Hotel terakhir tempat kami menginap adalah sebuah kos-kosan bernama Penginapan Kost Belitung Melambai dengan harga 88 ribu/ malam, irit atau pelit sih? wkwkwkw. Esoknya kami bersiap untuk menuju Pulau Bangka dengan Kapal Cepat Express Bahari.

Ada apa aja si di Bangka? Tunggu menu-menu selanjutnya yaaa πŸ‘

Rahasia di Balik Foto Epic di Gates of Heaven

Hanya bermodalkan kepingan kaca hitam! Sebuah kreatifitas sederhana, memberi hasil yang sempurna πŸ‘Œ

Pura Lempuyang, salahsatu wishlist saya tiap ke Bali sejak lama. Sempat bertanya pada supir grab saat saya di Bali, ternyata lokasinya sangat jauh dari lokasi saya stay saat itu. Karena untuk ke tempat ini memang dibutuhkan perencanaan yang matang. Bukan saja karena lokasinya tapi juga untuk bisa mendapatkan apa yang saya (dan kaum pecinta konten lainnya) inginkan yaitu sebuah foto epic di gerbang Pura Lempuyang, sangat penuh perjuangan.

Gates of Heaven

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, waktu terbaik untuk berkunjung ke Pura adalah saat pagi hari. Eh, pagiiiiii banget dink :p Jika beruntung kamu bisa mendapatkan pemandangan Gunung Agung yang super clear, juga kamu punya banyak kesempatan dapat foto yang bagus karena kemungkinannya belum ramai 😦

Yaakkss! Keramaian adalah salahsatu tantangan untuk bisa dapet foto bagus di tempat ini. Kalo kamu kesiangan antrian bakalan puanjaanggggg dan waktu untuk ambil foto relatif lebih singkat karena harus gantian dengan wisatawan lain. Coba bayangkan perasaan Mbak-mbak yang biasanya harus foto sampe ratusan cekrek tapi yang diupload cuma 1, kezel kann kalo waktunya terbatas, hehehe.

Kepingan Kaca Hitam

Siapapun yang pernah melihat hasil foto di Pura Lempuyang Luhur pasti akan setuju dengan saya bahwa hasilnya sungguh epic! Awalnya saya mengira foto mirror yang dihasilkan karena diambil di gerbang pura yang letaknya di samping sebuah kolam, sehingga bisa memantulkan bayangan layaknya cermin. Tapi ternyata, rahasianya ada pada sebuah kepingan kaca hitam! Bahkan ketika saya liat pun kepingannya ga rapi-rapi ahmad, eh rapi amat :p

Ketika saya tiba, saya bingung melihat gerbang pura yang tidak ada kolam di tepinya. Lalu Bli yang bertugas mengambil foto mempersilakan saya berdiri di gerbang pura dan meminta HP saya untuk digunakan berfoto. Saat itulah saya liat Ia menggunakan kepingan kaca hitam untuk menghasilkan pantulan di foto! Bagi saya itu benar-benar kreatif! Karena tentu saja saya tidak menyangka, kayaknya si orang lain juga (eh atau saya aja si yang baru tau 😦 Dan hasilnya, dengan latar belakang Gunung Agung yang gagah mempesona, benar-benar selayaknya Gerbang Menuju Surga!

Lokasi foto tanpa kolam di pinggirnya πŸ˜…

Tapi menurut saya, skill memotret si Bli juga patut diacungi jempol. Dia tidak ragu meminta saya berpose dan hasil fotonya juga cihuy abisss! Berhubung waktu itu masih sangat pagi, saya lumayan punya banyak waktu untuk berpoto sepuasnya dan si Bli juga ga keberatan atau doi hanya bersikap sopan ama mba-mba banci kamera ini 😦 Yang menyenangkan, jika kalian datang ke tempat ini, kalian akan merasakan keramahan khas Bali mulai dari pintu masuk hingga lokasi foto. Dan hasil kreatifitas para pemuda di Desa ini mampu menjadikan lokasi ini Desa Wisata yang cukup maju perkembangannya.

Rute dan Harga Tiket Pura Lempuyang

Berlokasi di Kabupaten Karangasem, Pura Lempuyang tepatnya berada di wilayah Bali bagian timur, cukup jauh dari pusat propinsi Bali yang biasanya wisatawan kunjungi. Itulah kenapa saya sarankan untuk cari penginapan di sekitar wilayah Karangasem biar paginya gak gedebag gedebug amat :p. Waktu itu saya sudah di lokasi jam 06.00 dan baru ada 2 orang pengunjung. Di tempat parkir, kita akan membayar tiket masuk seharga 50 ribu per orang dan membayar tiket mobil pengantar sampai lokasi pura yang masih jauh di atas seharga 50 ribu untuk antar jemput. Karena dari tempat parkir ke pura masih jauhhh dan nanjak pula jalannyaaa.

Sebelum memasuki komplek Pura, kita diharuskan menggunakan kain yang telah disediakan terlebih dahulu di pintu masuk. Sekitar 5 menit berjalan, saya tiba di lokasi Pura Lempuyang alias Gates of Heaven yang terkenal itu. Dan ketika tiba, sudah ada sekelompok anak muda yang sudah mulai pepotoan loh! Entah jam berapa mereka tiba disini.

Salam Lestari Gunung Agung πŸ™

Dari lokasi pura terlihat jelas Gunung Agung yang perkasa karena langitnya sangat cerah pagi itu. Di sekitar pura Lempuyang berdiri pura-pura lain yang masih 1 komplek. Yang menarik, para pemuda yang mengelola tempat wisata tersebut sejak pagi sudah mulai bersih-bersih di sekitar pura sehingga membuat kawasan itu sangat asrii dan sejuukkk serta layak dikunjungi Gaesss!

Jadi, walaupun kamu udah tau rahasianya, tetep donk mau kesini?

Matur Suksme Bali!

Bertamu ke Gili Nanggu

Selain Gili Trawangan yang hits pada masanya, di Lombok ada Gili Nanggu yang siap jadi primadona dengan pantai pasir putih sehalus merica!

Siapa yang ga tau Gili Trawangan? Salahsatu gugusan pulau-pulau kecil yang masih masuk wilayah Lombok NTB ini sungguh sangat berjaya pada masanya. Dan tentu saja, tempat ini jadi pilihan wisatawan lokal dan mancanegara dengan berbagai fasilitas hotel, bungalow, sewa motor, water sport, night market, dll. Pokoknya udah tempat wisata banget deh.

Tapi bagi kaum-kaum penyuka tempat sepi kayak saya, ternyata di Lombok menyimpan banyak destinasi surgawi yang tersembunyi loh! Yahhh, gak tersembunyi banget sih. Mungkin saya aja yang baru tau belakangan dan kebetulan pas lagi dateng kesitu pas lagi sepi, hehe.

Gili Nanggu

Sebenernya gugusan pulau-pulau kecil yang populer disebut gili, gak cuma ada di Lombok. Di wilayah lain di Indonesia juga banyak. Bahkan di Lombok tersebar di beberapa lokasi, ada Gili Kondo dan Gili Kapal di Lombok Timur, dan Gili Nanggu di Lombok Barat. Gili Nanggu tepatnya berada di Pantai Sekotong. Kalo kamu naik motor atau mobil, ikutin google maps cari jalan raya sekotong. Nanti di sepanjang jalan raya sekotong banyak semacam pelabuhan-pelabuhan kecil yang menawarkan jasa penyeberangan ke Gili Nanggu dan gili-gili lain di sekitarnya.

Pantai Sekotong, titik awal penyeberangan ke Gili Nanggu

Saya sendiri kemarin ga melalui pelabuhan penyeberangan resmi, tapi berhenti di pinggir jalan yang ada warung, tapi juga menawarkan jasa penyeberangan ke Gili Nanggu. Setelah tawar menawar, jasa penyeberangan pulang pergi untuk sehari kira-kira dikenakan biaya 200 ribuan ke destinasi Gili Nanggu, Gili Kedis, dan Gili Sudak yang lokasinya berdekatan.

Waktu tempuh dari pantai Sekotong ke Gili Nanggu rasanya cukup singkat, ga sejauh ke Gili Trawangan dari pelabuhan. Dari jauh pandangan sudah terpaut akan paduan warna hijau air laut, biru langit dan putih bersih pasir pantai yang siap menyambut. Bener kan yang saya bilang, tempat ini sepiiii sekaliiiiiii, yihaaaaaaa *girang bangeetttt :p

Masih aman lah ombaknya, dibanding penyeberangan ke Pulau Lengkuas di Belitung 😒

Jangan bayangkan pulau ini seperti Gili Trawangan yang banyak hiburan dan tempat makan ya. Karena memang tidak seluas itu. Walaupun disini juga tersedia penginapan yang bisa dibooking langsung ke pengelola. Saya cari-cari di traveloka si ga ada lokasi penginapan di Gili Nanggu. Tapi tempat ini memang cocok banget buat kalian yang gak suka kebisingan. Atau yang hobi duduk termangu, disinilah tempatnya, di Gili Nanggu!

Gili Kedis

Mumpung disini, ga afdol kalo ga sekalian mampir ke gili-gili yang di sekitarnya. Salahsatunya Gili Kedis, pulau yang lebih kecil lagi dari Gili Nanggu. Kalo disini sih bener-bener ga bisa nginep ya, mau camping pun kayaknya agak-agak riskan karena bagian daratannya kecil banget!

Tapi seperti Gili Nanggu, pulau ini pasirnya putih dan halus sekali dan tentu saja juga sepi. Pastinya spot untuk snorkeling disini juga pas banget karena airnya masih sangat jernih. Cuma memang kemarin saya gak sempatkan untuk snorkeling.

Satu tempat yang ga saya datangi adalah Gili Sudak. Infonya disitu justru ada penginapan dan restoran. Jadi kamu bisa coba stay disini kalo emang kepingin nginep di pulau.

Selain pantai dan pulau, Lombok tuh kaya banget akan destinasi wisata epic lainnya. Ga sabar mau berbagi! Eits tapiii daripada nunggu diceritain, sekarang aja kamu pack ranselmu, and GO!πŸ‘πŸ‘πŸ‘

Bersemayam di Trunyan (Part 1)

Jika diijinkan membawa satu benda kesayangan ke alam baka, apa pilihanmu?

Namanya saja “jika”, artinya kita boleh berandai-andai. Karena di agama saya memang tidak diperkenankan membawa benda apapun ke dalam kubur. Tapi bagi penduduk Desa Trunyan atau di beberapa agama lain hal ini sudah lumrah. Nah, selain benda-benda kesayangan yang dibawa ke ke peristirahatan terakhir penduduk Trunyan, hal menarik lainnya dari Desa Trunyan adalah cara pemakaman penduduknya yang tidak biasa kalo tidak bisa dibilang seram unik.

Desa Trunyan merupakan salahsatu desa tertua di Bali berlokasi di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali. Desa Trunyan dikenal dengan wisata mistisnya karena di Desa ini terdapat 1 tempat khusus untuk pemakaman penduduk asli Trunyan dengan cara “diletakkan” dibawah Pohon Trunyan. Walaupun masih ditutupi semacam bambu, tetapi jenazah hanya ditutupi kain (tidak dikubur) dan akan dibiarkan hingga tersisa tengkorak dan tulang-belulangnya saja. Dan ajaibnya, tidak tercium bau apapun walau ada mayat bergelimpangan (secara harfiah ya ini :(), bahkan cenderung wangi. Hmmm, beneran mistis ya vibesnya :p

Ngeri tapi penasaran, saya memutuskan untuk mengunjungi Trunyan beberapa waktu lalu. Layaknya kodrat manusia banget ga si ini, udah tau ada sesuatu yang belum jelas atau sekiranya membahayakan, malah disamperin sekalian 😦 Contoh lainnya, udah tau takut hantu, tapi pingin nonton film horror ngajakin orang sekampung. Atau dulu ada bom di ibukota, netizen malah kepo pingin liat sambil makan kacang rebus yang abangnya siaga deket TKP. Heu heuu seru yak.

Pohon Trunyan

Kembali ke Trunyan, jadi setelah sampai disana, saya mendapat penjelasan dari tour guide setempat mengenai Desa Trunyan dan tradisi atau adat istiadat mereka yang sangat unik ini. Adapun tidak terciumnya bau mayat atau jenazah di pemakaman ini karena adanya sebuah pohon yang sangat besar di pemakaman tersebut yang disebut Taru Menyan, Taru = Pohon, Menyan = Harum. Yak, pohonnya cuma 1 dengan batang yang sangat besar dan daun yang sangat rimbun. Dipercaya, akar dari pohon ini yang membuat mayat tidak berbau.

Jika dilihat, luas pemakaman Trunyan tidak terlalu besar seperti pada umumnya. Tetapi entah mengapa, ribuan jenazah yang sudah “diletakkan” disana tidak membuat makam tersebut menjadi penuh. Tour Guide menyampaikan, tidak semua penduduk Trunyan yang dapat dimakamkan disana, hanya penduduk yang meninggal dengan cara wajar. Sedangkan untuk warga yang meninggal karena kecelakaan atau bunuh diri ada tempat tersendiri. Terakhir, ketika saya datang ada sekitar 9-11 jenazah yang belum lama “diletakkan” dalam 1 “batch”. Beberapa diantaranya masih menampakkan kulit yang cukup segar membuat saya takut untuk mengintip, tapi tetap saya lakukan. Dasar Manusiaaaaaaaa 😦

Benda Kesayangan

Ada hal yang mengganggu saya ketika sampai dimakam. Yaitu banyaknya benda-benda yang berserakan di tanah. Hingga saking gatalnya mulut ini lancang bertanya kepada Tour Guide, “Bli, kenapa ya di makam ini banyak sampah?” Ketika akhirnya dijawab, seketika itu juga saya menyesal sudah bertanya. Astagaaa mulut ini bisa gak sii jangan banyak cinconggg 😦 😦 Jadi, benda-benda berserakan yang saya kira sampah ternyata adalah benda-benda kesayangan dari jenanzah-jenazah yang dimakamkan disana 😦

Tapi, kalo mau membela diri, rasanya wajar jika saya mengira begitu. Karena yang saya lihat diantara benda-benda itu mulai dari botol handbody, sisir, sampo, piring, dan berbagai benda keseharian lainnya. Yang tidak salah juga jika itu dikategorikan benda kesayangan semasa jenazah hidup. Karena kita semua pasti punya benda kesayangan masing-masing kan?

Namun setelahnya, tak henti-henti saya meminta maaf pada Tour Guide saya dan juga dalam hati sambil komat kamit berkali-kali :(. Dalam hati saya berjanji lain kali lebih berhati-hati apalagi saat mengunjungi tempat-tempat sakral seperti ini. Nahh, walau begitu, hal ini kembali membawa saya pada pertanyaan saya di awal, Jika diijinkan membawa satu benda kesayangan ke alam baka, apa pilihanmu? Hmmm, rasanya saya akan membawa handphone saya saja. Bukankah di jaman sekarang, di dunia fana saja lebih baik tidak bawa dompet daripada tidak bawa handphone ? Kalo kamu? Jangan bilang poster BTS :(, walau gapapa juga si, siapa tau bisa bantuin bayar tagihan yang masih tertinggal, di Tokopedia :p

Well, setelah keunikannya, saya akan membahas akses menuju Desa Trunyan di Part 2 !